Monday, November 12, 2007

Pilih term life atau whole life?

Perdebatan sering terjadi diantara masyarakat yang percaya bahwa jenis asuransi "term life" merupakan satu-satunya pilihan dengan mereka yang lebih memilih asuransi jenis "whole life".
Salah satu turunan dari produk "whole life" adalah unit link.

Banyak argumen yang dikemukakan, tetapi bagaimana kondisi sebenarnya?

Baik "term life" maupun "whole life" mewajibkan kita untuk membayar premi asuransi untuk melindungi resiko finansial akibat kematian atas tertanggung polis asuransi.
Uang pertanggungan menggantikan potensi penghasilan kepala keluarga yang hilang sehingga memungkinkan bagi keluarga yang ditinggalkan untuk meneruskan gaya hidup atau setidaknya mendapat kehidupan yang layak, entah itu untuk melunasi cicilan rumah, mobil, tagihan rutin bulanan, uang pendidikan anak serta hal-hal lain yang bisa terwujud semasa sumber penghasilan keluarga masih hidup.

Data dari LIMRA menyebutkan, sebaiknya nilai uang pertanggungan adalah sebesar 7-15 kali penghasilan tahunan sumber penghasilan keluarga sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang ditinggalkan selama beberapa tahun ke depan.

Perbedaan mendasar dari asuransi jenis "term life" dan "whole life" adalah lamanya polis asuransi memberikan perlindungan.

Asuransi jenis "term life" memastikan pemegang polis dilindungi dalam jangka waktu tertentu, misalnya 10 sampai 30 tahun.
Contoh :
Bapak A membeli asuransi jenis "term life" yang berjangka waktu 20 tahun ada usia 29 tahun. Yang bersangkutan akan dilindungi oleh asuransi sampai usianya 49 tahun. Jika bapak A meninggal dalam jangka waktu 20 tahun sejak dia mengambil polis asuransi maka santunan jiwa akan diberikan kepada ahli warisnya. Sebaliknya jika bapak A meninggal pada saat usianya sudah melewati 49 tahun (melebihi masa 20 tahun sejak polis asuransi diambil), maka yang bersangkutan tidak akan mendapatkan santunan jiwa apa pun.

Asuransi jenis "whole life" (seumur hidup) melindungi pemegang polis sampai yang bersangkutan meninggal, tidak terikat pada usia berapa meninggalnya.
Selama premi asuransi tetap dibayar, polis asuransi akan senantiasa memberikan perlindungan. Hal ini menyebabkan asuransi jenis "whole life" lebih diminati oleh masyarakat terutama juga dalam mengasuransikan anak-anaknya berhubung nilai premi saat usia masih muda cukup murah dan nilai ini tetap sama semasa hidup anak tersebut sampai usianya dewasa.


Asuransi jenis "term life" yang mempunyai jangka waktu tertentu, menawarkan premi yang lebih murah beberapa kali lipat dibandingkan asuransi jenis "whole life".
Banyak yang berpendapat asuransi jenis "term life" lebih efisien karena premi yang lebih murah. Selisih besarnya premi yang cukup jauh dengan asuransi jenis "whole life", kita bisa saja membeli lagi polis asuransi baru untuk produk yang sama setelah polis asuransi yang lama habis masa berlakunya.


Argumen yang cukup menarik adalah, "bukankah seiring bertambah tuanya usia maka besarnya premi saat akan membeli polis asuransi baru akan semakin mahal?"
Pendapat ini ada benarnya karena pada dasarnya biaya yang dikeluarkan untuk membayar premi masih tetap lebih murah dari asuransi "whole life".

Mengikuti contoh diatas, saat usia 49 tahun, bapak A bisa saja membeli polis asuransi baru, diperpanjang untuk 20 tahun ke depan lagi, jadi kontrak berakhir saat usianya menginjak 69 tahun. Disini keluarga bapak A mungkin punya pertimbangan, di usia 69 tahun, asuransi sudah tidak diperlukan lagi, pertama, karena bapak A sudah terlalu tua untuk bekerja (tidak produktif lagi) dan keluarganya sudah bisa menafkahi dirinya masing-masing sehingga tidak tergantung lagi dengan bapak A.

Ada satu alasan yang masuk diakal jika menjawab kerugian mengambil produk "term life". Setelah berakhirnya masa kontrak asuransi, tidak ada jaminan bahwa pemegang polis akan diterima kembali pengajuan asuransi jiwanya karena selama jangka waktu 20 tahun itu, bisa saja yang bersangkutan sudah pernah terkena sakit kritis sehingga tidak memungkinkan untuk diasuransikan lagi (uninsurable). Perusahaan asuransi tentu punya pertimbangan bisnis terhadap hal semacam ini.

Kelemahan produk "term life" ini sekaligus menjadi kelebihan dari produk "whole life" karena status pemegang polis asuransi jenis "whole life" tidak bisa dibatalkan oleh perusahaan asuransi meskipun yang bersangkutan menderita sakit kritis selama masa kontrak asuransi berjalan (inforce).

Perbedaan lainnya, selain premi yang dibayarkan untuk produk "term life" hangus, tidak ada benefit uang apa pun jika tidak ada klaim uang pertanggungan jiwa.
Pada produk asuransi jenis "whole life", selain uang pertanggungan jiwa yang diterima saat klaim, pemegang polis juga mendapatkan benefit berupa uang jika polis asuransi berakhir masa kontraknya atau pun dihentikan ditengah jalan. Kondisi ini biasa disebut surrender dalam dunia asuransi, sejumlah uang hasil investasi akan dikembalikan, tentunya sesuai dengan pertumbuhan hasil investasi sendiri.


Argumen terakhir mungkin terjadi dari mereka yang pro produk "term life", produk asuransi jenis "whole life" kurang menguntungkan dari segi investasi. Lebih baik memisahkan asuransi dengan investasi. Selisih uang yang bisa dihemat bisa diinvestasikan dalam instrumen seperti reksadana, saham, obligasi, emas dll.
Ini akan memberikan hasil (return) yang lebih baik.


Strategi di atas kelihatannya sempurna, tetapi ada satu masalah yang muncul.
Andaikan orang-orang menyisihkan setiap selisih uang yang timbul dari "mahalnya" asuransi jenis "whole life" dengan polis jenis "term life" untuk diinvestasikan.

Orang Indonesia punya kebiasaan mengikuti trend berinvestasi, dimana ramai dibicarakan, disanalah banyak terkumpul uang untuk diinvestasikan. Hal ini seperti efek gunung es yang siap roboh, indeks saham sedang mendaki kondisi puncak, tetapi kondisi ini tidak akan selamanya bertahan di puncak, bisa anjlok sewaktu-waktu.
Jika boleh saya berpendapat, berarti kan uang-uang tersebut terkumpul dalam satu wadah besar yang kemudian disalurkan dalam bermacam instrumen.
Katakanlah kita sudah berpengalaman dan mempunyai keahlian bagaimana berinvestasi yang benar, tetap tidak ada jaminan bahwa hasil investasi akan berkembang, tidak terlepas juga pada produk "whole life".
Kemungkinan rugi selalu ada.


Pilihan diantara asuransi jenis "term life" dan "whole life" dikembalikan lagi pada tujuan berinvestasi, seberapa besar kesanggupan untuk menghadapi resiko dan bagaimana gaya investasi tiap individu.